Sebagaimana diketahui, Credit Card atau Kartu Kredit adalah salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya, untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya dalam melakukan pembayaran. Salah satu bentuk kemudahan ini adalah tercermin dari wujud fisik kartu tersebut yang hanya terbuat dari plastik dengan ukuran yang sama namun sedikit lebih tebal dari kartu nama.
Bentuk kartu kredit memang didisain sedemikian rupa agar dapat tersimpan dengan baik didalam dompet para penggunanya, karena memang fungsinya bisa menggantikan uang tunai. Selain kegunaannya untuk memudahkan pembayaran, proses pemberian fasilitas Kartu Kredit juga demikian mudah, karena selain tidak memerlukan banyak syarat juga tidak perlu menambah agunan. Sebagai gantinya, Bank hanya mempertimbangkan besarnya penghasilan calon debitur, perusahaan atau instansi dimana calon debitur bekerja. Hanya dengan menunjukkan slip gaji dan KTP saja, bank sudah ‘berani’ memberikan fasilitas kartu kredit. Bisnis Kartu Kredit ini sebegitu menariknya, hingga kedua belah pihak, yaitu pemberi fasilitas kartu kredit dalam hal ini Bank dan para debiturnya dalam hal ini pengguna kartu kredit sama sama ‘bernafsu’.
Bank menggelar dengan gencar program pemasarannya bahkan terkesan ‘membabi-buta’ demi mencapai target, sedangkan para pengguna juga masih mau juga menerima tawaran dari Bank, meskipun didalam dompetnya sudah ada 3 atau 4 kartu kredit, bahkan ada yang bangga menunjukkan kartu kredit miliknya yang sampai puluhan biji. Fenomena yang ada sekarang adalah terjadinya kesalahan persepsi oleh sebagian besar pengguna Kartu Kredit, yang mana lebih banyak didominasi oleh debitur dengan penghasilan rendah sampai sedang, dengan status jabatan dibawah manajer, bahkan ada juga karyawan staf /clerk dan sopir bisa memperoleh kartu kredit.
Bukan berarti saya merendahkan karyawan selevel staff dan pengemudi/sopir, namun dalam konteks ini, dampak negatip dari penggunaan kartu kredit ini telah menimpa kalangan karyawan pada level tersebut. Kartu Kredit bukanlah Kartu Hutang. Artinya, pemilik kartu kredit, mestinya tidak menumpuk hutang ketika sedang memperoleh fasilitas Kartu Kredit, karena sejatinya dalam menggunakan Kartu Kredit harus benar benar mempertimbangkan kemampuan uang tunai yang ada.
Maksudnya begini, bila dalam jangka pendek (kurang dari 1 bulan) kita tidak punya uang yang cukup, jangan pernah menggunakan Kartu Kredit. Sebab, bila kita ‘nekad’, karena tergiur nafsu belanja misalnya, maka yang terjadi adalah kita menumpuk hutang. Mengapa demikian ? Karena belum genap 1 bulan sejak kita menggunakan kartu kredit, pihak bank sudah menagih kita bukan ? Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus segera melunasi seluruh tagihan tersebut. Nah, bila dalam masa tagihan tersebut kita tidak cukup punya uang, mau membayar pakai apa ? Akhirnya yang ditempuh dengan melakukan pembayaran minimal. Nah disinilah, awal mula dari sebuah ‘tragedi’ yang akan terjadi.
Pihak Bank memang mengijinkan para debitur kartu kredit melakukan pembayaran minimal, yang besarnya lebih kurang hanya 10 s/d 15 % dari total taghan. Namun yang patut disadari oleh para debitur kartu kredit adalah bahwa dengan membayar minimal tagihan, maka akan dikenakan bunga harian yang tingginya ‘selangit’. Karena suku bunga kredit tertinggi di bank adalah bunga untuk kartu kredit !
Bank menetapkan besar suku bunga kartu kredit yang besarnya bervariasi, dan biasanya untuk Bank pemerintah (BUMN) lebih rendah dibanding Bank Swasta lainnya, yaitu berkisar antara 2 – 3 % per bulan atau 24 – 36 % pertahun. Belum termasuk denda keterlambatan pembayaran. Mungkin masih ada juga Bank berani menetapkan bunga yang lebih tinggi, tapi itu sudah melanggar ketentuan dari Bank Indonesia. Disini bisa kita lihat, bila perilaku pengguna kartu kredit tidak berubah, artinya setiap melakukan pembayaran hanya sebesar pembayaran minimal, maka ini jelas jelas menimbun hutang dengan bunga tinggi. Dengan kata lain, dengan asumsi penghasilan yang tetap, sedangkan pembayaran kartu dibebani bunga tinggi bulanan, maka bisa diprediksi, akan terjadi ‘lebih besar pasak daripada tiang’.
Pada awalnya, pengguna kartu kredit menganggap remeh saja, karena masih belum terjadi tunggakan tunggakan, dan yakin akan bisa terbayar setelah gajian nanti, tetapi apa yang banyak terjadi adalah terdapat transaksi belanja dengan kartu kredit yang nilainya mungkin tidak terlalu besar, namun bila seringkali terjadi, secara total menjadi jumlah yang cukup significant, yang membuat ‘kaget’ pemiliknya.
Tanpa disadari, karena sudah mulai menunggak-nunggak pembayaran, tagihan kartu kredit makin lama makin membengkak, sedangkan pengahasilan yang pas pasan itu tidak ada peningkatan. Hal ini sama saja dengan ‘mengundang’ kehadiran ‘malaikat pencabut nyawa’. Dan sudah bisa diduga, bahwa dalam jangka waktu yang kurang dari 2 tahun, Kartu Kredit akan benar benar berubah menjadi malaikat pencabut ‘nyawa’ kehidupan keuangan para pemegang kartu kredit tersebut.
Masih berani sembarangan pakai kartu kredit ?
Penulis :
Doni Bastian – Konsultan Kredit Perbankan
SEO Specialist, Ahli Optimasi SEO | Koi Expert, Professional Consultant, Ponds Bulder |
Credit, Banking and Finance